running text

*** “Sebaik-baik manusia adalah orang yang selalu memberi manfaat kepada manusia lain.” (HR Muttafaqun Alaih) ***

Rabu, 18 Januari 2012

Desain Logo Broadcasting



Desain logo konsentrasi Broadcasting yang dibuat sebagai tugas mata kuliah Desain Grafis,

Tema dasarnya adalah Words logo, dimana apabila diamati maka gambar daun di kiri menggambarkan huruf B (terbalik) dan huruf R yg membentuk akronim dari Broadcasting.

Daun berhelai 3 menggambarkan Tri Dharma Perguruan tinggi, dan juga letak Broadcasting sendiri (diantara Art, Sciens, and Religion)

Kenapa daun?? karena daun memberikan banyak filosofi kehidupan seperti KEMANDIRIAN, KEMAMPUAN ADAPTASI, PRODUKTIFITAS, KEANEKARAGAMAN MANFAAT, KESEIMBANGAN, DAN KEINDAHAN.

Warna yang digunakan adalah hijau dan coklat, yang selain karena memang merupakan warna general untuk daun dan batangnya, hijau yang berkesan "sejuk" dapat berarti kesegaran, kealamian, dan pembaharuan (sangat populer di jazirah arab), sedangkan warna coklat yang lebih "netral" dapat berarti kepercayaan, kedewasaan, keseimbangan dan daya tahan

#UJIAN,...


Waaaaahhh, udah lama banget gak posting :[
ini postingan pertama di tahun Naga 2012, :)



Catatan ini cuma opini penulis, jadi mohon maaf bagi yang tidak berkenan, :)

#UJIAN,...

Yups, mungkin itu adalah kata yang menjadi trending topic saat ini, khususnya bagi mahasiswa-mahasiswi dari "Kampus Islami Madani" UIN Suska Riau. Mulai senin lalu (16/01) hingga beberapa hari kedepan para rekan sejawat akan "bertempur" menghadapi serbuan soal demi soal dari setiap mata kuliah yang diambil semester ini.

Nah, kini kita fokuskan saja ini perhatian kita ke  Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikas UIN Suska Riaui. (karna lebih mudah diamati oleh penulis, hehehe)

Seperti biasa, ujian selalu identik dengan peraturan dan tata tertib yang super ketat. Demikian pula halnya yang terjadi di FDIK pada momen UAS kali ini. Setidaknya, dari pengumuman tata tertib ujian yang terpampang di setiap ruang ujian tak kurang dari belasan poin tata tertib yang tercantum mulai dari pakaian, KRS, larangan atribut, waktu, hingga mengenai pengawas ujian ada di sana. Yah, meskipun bisa dikatakan lumrah, namun ada beberapa poin yang menjadi perhatian penulis, diantaranya:
1. Setiap peserta ujian harus membawa KRS, bagi peserta ujian yang tidak membawa KRS tidak dibenarkan mengikuti ujian.
2. Peserta ujian harus berpakaian:
       a.Mahasiswa : Baju kemeja putih POLOS, celana hitam, dan pakai sepatu
       b.Mahasiswi : Jilbab Putih, baju kurung putih POLOS, rok hitam dan pakai sepatu
3. Selama ujian berlangsung, tidak dibenarkan membawa buku catatan, kecuali bagi ujian yang bersifat OPEN BOOK
4. Peserta ujian tidak dibenarkan keluar ruangan selama ujian berlangsung, dll

Nah, ini dia saatnya kita bahas satu-persatu poin yang menjadi perhatian penulis.

Pertama, bahwa seluruh peserta ujian harus membawa KRS, SEPAKAT BANGET. Tapi, (IMO) knapa harus ada sanksi tidak dibenarkan ikut ujian bagi yang gak bawa? Rasionalisasinya seperti inii, kalo mahasiswa tidak membawa KRS pada waktu ujian, di waktu mendatang masih punya kesempatan untuk dapat tanda tangan KRS dari dosennya, tapi kalau sampai dilarang ikut ujian, siapa yang bisa jamin kalau si mahasiswa yang tidak membawa KRS akan bisa ujian susulan dan dapat nilai??? Salah satu peraturan yang melemahkan advokasi mahasiswa.

Kedua, mahasiswa dan mahasiswi harus berpakaian Putih-Hitam POLOS. Know What? sampai saat ini penulis belum tau alasan yang rasional  kenapa ada peraturan seperti ini. Apakah dengan memakai pakaian putih-hitam maka mahasiswa akan lebih mampu menjawab soal ujian dengan benar?? Apakah dengan begitu akan mampu mengurangi perilaku menyontek mahasiswa??? atau, apakah tanpa berpakaian putih-hitam akan menghambat proses ujian???  TIDAK, TIDAK, TIDAK-lah jawabannya. Memang keliahatannya kompak dan rapi, tapi sama sekali tidak urgent. Apakah sebelum ditetapkan tata tertib tersebut seluruh pihak yang terkait sudah benar-benar memikirkan masak-masak mengenai hal ini. Bagaimana kalau ada mahasiswa yang ujian dari senin sampai sabtu sementara cuma punya baju "putih polos" cuma satu? Bagaimana kalau ternyata ada mahasiswa yang tidak punya baju "putih polos"? Bagaimana bila waktu yang seharusnya digunakan oleh mahasiswa untuk belajar harus tersita hanya karena harus mencuci baju atau mondar-mandir minjam baju kepada temannya?  belum lagi permasalahan harus menggunakan baju "PUTIH POLOS" yang benar-benar POLOS, karena penulis sendiri baru saja melihat dengan mata kepala sendiri bagaimana wajah sedih dan kecewa para "KORBAN PUTIH POLOS" yang diusir dari ruang ujian hanya karena menggunakan baju putih "tidak polos". Masalah yang kompleks, ironis, dan tragis  menurut penulis.

Ketiga, OPEN BOOK??? Penulis rasa itu adalah salah satu peraturan yang "manusiawi"  diantara peraturan-peraturan lainnya. Bukan karena penulis bermasalah dengan metode CLOSE BOOK, tapi bukankah seharusnya metode yang paling tepat dalam menguji mahasiswa adalah dengan soal-soal yang bersifat pengembangan masalah atau kasuistik yang mampu merangsang pemahaman mahasiswa terhadap materi. Mahasiswa bukan anak sekolahan lagi yang dituntut harus hafal dengan apa yang disampaikan oleh dosennya ataupun yang terdapat dalam buku-buku literatur (karena terkadang dosennya juga harus lihat buku pada saat menyampaikan materi perkuliahan, hehehe). 

Dan yang Terakhir, mahasiswa dilarang keluar ruangan saat ujian berlangsung. Mungkin, peraturan ini dibuat untuk mengantisipasi suasana yang kurang kondusif saat ujian berlangsung atau mengantisipasi peserta ujian yang mau mencari jawaban di luar ruangan (seperti liat catatan yang ditinggalkan diluar, googling pake hape, atau tanya sama teman diluar, *penulis tau karna dulu juga pernah seperti itu). Peraturan ini juga membuktikan bahwa pembuat peraturan ini sudah lumayan hafal dengan trik-trik mahasiswa (WASPADALAH, WASPADALAH!).  TAPI GIMANA KALAU MISALNYA TIBA-TIBA ADA GEMPA??? apa masih tetap gak keluar juga? Karena bagaimanapun peraturan tetap peraturan yang harus dilanggar, eh maksudnya dipatuhi.
(poin yang terakhir itu cuma intermezo aja kok, :) )

Nah, melihat hal diatas, penulis menilai sudah sepatutnyalah para pelaksana peraturan (mahasiswa, red) diikutsertakan dalam setiap proses pembuatan keputusan. Jadi, tidak hanya para pembuat peraturan saja yang duduk bersama dan kemudian melahirkan peraturan yang mungkin akan mengalami kontra dari para pelaksananya. Jadi, selalu tercipta sinergitas antara pimpinan dan juga mahasiswa menuju Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang lebih baik lagi. Ingat, pemimpin yang baik adalah yang mampu nemahami apa yang diinginkan oleh rakyatnya. (kalo gak nyambung, di sambung-sambungin aja deh!)